Sebagaimana kita tahu manusia tidak bisa dilepaskan dari
sejarahnya, bahkan kita diperintahkan untuk mengambil pelajaran dari sejarah
yang telah berlalu. Karena dari sejarah kita bisa belajar berbagai hal termasuk
bagaimana manajemen pengelolaan pangan yang diterapkan di masa kenabian Yusuf ‘Alaihissalam,
sebagai tindakan preventif dalam menghadapi krisis pangan yang akan
terjadi.
Ancaman krisis pangan bukan merupakan hal baru tetapi hal ini sudah
terjadi sejak peradaban Mesir kuno. Pada masa itu sejarah mencatat terjadi
krisis pangan akibat perubahan iklim ekstrim yakni musim hujan (masa subur) dan
El-Nino (musim kering) selama tujuh tahun berturut-turut. Walaupun pada saat
ini kita belum pernah mengalami kondisi seekstrim itu. Informasi ancaman pangan
datang dari mimpi raja Mesir pada saat itu yang melihat tujuh ekor sapi yang
kurus dan tujuh butir gandum yang hijau serta 7 yang lainnya yang kering.
Dengan kejadian mimpi seperti itu kemudian dia mengundang para pegawai istana
termasuk para cerdik cendikia untuk mendapatkan informasi yang jelas dari mimpi
yang dialaminya. Saat keadaan itu tampillah Nabi Yusuf sebagai penta’wil mimpi
untuk memprediksi 14 tahun kedepan yang akan terjadi. Tentunya apa yang Nabi
Yusuf sampaikan datang melalui wahyu sebagai ‘Pengetahuan’ langsung yang
diterima dari Tuhannya. Dengan kemampuan, Pengetahuan, amanah serta seorang
yang dapat dipercaya akhirnya Raja Mesir mengangkat Yusuf sebagai bendaharawan
negara (QS. 12:55).
Nabi Yusuf ‘Alaihissalam yang dianugerahi kecerdasan oleh Allah
SWT. menyusun strategi antisipasif dengan melaksanakan produksi massal gandum,
teknologi pasca panen yakni dengan melakukan penyimpanan dengan memetik bersama
tangkainya, manajemen stok pangan yang berkeadilan dan dengan prinsip
tolong-menolong yang diterapkan antar warga yang mengalami kesulitan pangan.
Semua langkah yang dilakukan oleh Beliau disebutkan secara tersirat di dalam
Al-Qur’an (QS.12: 43-53).
Pertanyaannya bagaimana kita bisa mengaplikasikan sejarah yang kembali
berulang di masa kita. Negara kita adalah negara yang subur dan potensi
pertanian yang ada disini sungguh besar sehingga negeri kita disebut sebagai
negara agraris. Kalau dilihat dari sini jelas kita berbeda dengan Mesir, Namun
sangat ironis dengan banyak sekali bahan pangan yang diimpor dari negeri
tetangga. Jangan sampai kita melawan dan menyalahi takdir Allah yang sudah anugerahkan berupa potensi Sumberdaya alam yang kaya raya salah satunya dengan menyediakan kesuburan
tanah yang cocok untuk segala jenis tanaman. Kebijakan pemerintah yang tidak
pro kepada petani ditambah dengan banyaknya oknum masyarakat yang mengkonversi
lahannya untuk kepentingan lain yang lebih menguntungkan secara ekonomi. Mereka
berfikir bahwa pertanian yang selama ini dijalani tidak memberikan dampak
positif secara ekonomi.
Dari sejarah di atas kita bisa mengambil pelajaran yang bisa kita
tiru dalam menghadapi krisis pangan yang mungkin saja terjadi. Nabi Yusuf
‘Alaihissalam memiliki pengetahuan yang luas, komprehensip serta terintegrasi
mengenai langkah-langkah yang harus dilakukan dalam mengelola hasil pangan.
‘Pengetahuan’ yang beliau miliki tentunya dari wahyu yang Allah anugerahkan
kepadanya, sementara kita saat ini hanya bisa mendapatkan pengetahuan yang
bersifat empiris dari pendekatan sains. Pentingnya pengetahuan sangat dirasa
hal yang paling penting. Kurangnya penguasaan informasi dan data yang ada
terkait kondisi pertanian meruapakan kendala terberat yang dihadapi para
stakeholder saat ini. Sehingga kebijakan yang diterapkan bersifat parsial dan
tidak integratif.
Pengetahuan yang berkaitan dengan peguasaan informasi dan data yang
real merupakan hal mutlak yang harus dimiliki setiap pemangku kepentingan (stakeholder)
baik petani, pemerintah, investor dan konsumen. Nabi Yusuf ‘Alaihissalam
mendapatkan informasi yang lengkap melalui perantara wahyu. Sementara saat ini
wahyu sudah tidak turun lagi, maka kita bisa menggunakan sarana prasarana
moderen dalam mendapatkan informasi terkait kondisi pertanian yang ada.
Penggunaaan IT dalam mendata petani,
kondisi lahan, pendamping petani, pemasaran dan hal-hal yang terintegrasi dari hulu sampai ke hilir menjadi hal mutlak yang
harus dikuasai sehingga kondisi harga stabil dan stok cadangan pangan terjamin.
Selama ini pemerintah kadang memberikan statement yang seolah-olah
kondisi pangan yang ada aman bahkan bisa mengalami surplus, namun hal itu hanya
pernyataan belaka tanpa tahu dimana lahannya, siapa petaninya, berapa
produktifitas yang dihasilkan lahan tersebut. Hal ini terjadi karena data dan informasi
yang diterima tidak menyeluruh karena tidak didukung dengan teknologi informasi
terkini sehingga menghambat ‘pengetahuan’ itu sendiri. Sehingga dengan hal
tersebut banyak sekali kebijakan yang berupa
perundang-undangan atau Perda yang tidak realistis bahkan cenderung
merugikan petani.
Dengan bekal pengetahuan yang komrehensip dari data dan informasi
yang akurat kita bisa melakukan langkah-langkah yang bersifat teknis,
sosiologis, teologis, serta manajemen dampak.
Pada langkah teknis kita memerlukan pengetahuan terkait pembenihan,
intensifikasi pertanian, manajemen stok dan manajemen sumberdaya. Perbenihan
mulai dari perakitan varietas yang toleran cekaman abiotik (tahan rendaman
maupun toleran kekeringan), cekaman biotik (hama penyakit), produktivitas
tinggi, maupun melalui teknologi benih yang dapat meningkatkan daya simpan
sehingga varietas tersebut dapat tersedia di lapangan. Pada manajemen stok
institusi negara dituntut untuk menjamin ketersediaan pangan sehingga terjamin
sepanjang tahun. Dalam kondisi krisis, maka mekanisme pasar hanya akan
menguntungkan segelintir rent seeker, sehingga perlu diambil alih negara. Pada
manajemen sumberdaya terutama air perlu dilakukan pengelolaan kelimpahan air
sehingga pada saat kekeringan bisa dimanfaatkan, kampanye penghematan air perlu
terus digalakkan.
Langkah sosiologis merupakan pendekatan yang harus dilakukan
terhadap para petani, yakni pendekatan manusia dalam sistem tolong menolong dan
partisipasi petani. Sebetulnya hal ini adalah jatidiri bangsa kita yang saat
ini mulai terkikis dan harus mulai dibangkitkan kembali. Masalah pangan tidak
bisa diselesaikan secara sendiri tapi harus diselesaikan secara bersama dan
membutuhkan keterlibatan berbagai pihak. Partisipasi yang dilakukan petani
penting adanya dalam menjamin keberlanjutan pasokan pangan. Sudah selayaknya
petani mendapatkan apresiasi berupa intensif harga, kemudahan akses saprodi dan
proteksi negara.
Langkah teologis dilakukan dengan mengaktifkan berupa lembaga
keuangan mikro yang bebas dari riba dan pemberdayaan serta pengelolaan zakat
yaitu pendekatan yang berkeTuhanan sebagaimana negara ini berdiri dengan tidak
mengesampingkan aspek teologis yang termaktub dalam Preambule Pembukaan UUD
1945. Zakat dilakukan melalui mekanisme
retribusi aset yang dimiliki kalangan kaya untuk didistribusikan kepada mereka
yang miskin serta mendukung program kepentingan umum/bersama. Sasaran daripada
zakat bukan agar semua orang sama rata tetapi agar tidak terjadi ketimpangan
yang dirasakan seperti saat ini. Ketimpangan di bidang ekonomi biasanya akan
berdampak pada bidang lainnya yakni politik budaya hingga keamanan. Pada
kondisi krisis ini tentunya yang kita inginkan tetap aman dan damai seperti yang terjadi pada masa Nabi
Yusuf.
Pada bagian terakhira adalah bagaimana kita mengelola manajemen
dampak jika krisis pangan benar-benar terjadi. Upaya yang dilakukan adalah
dengan membentuk tim yang akan mengeksekusi serta mempunyai keahlian yang tidak
diragukan lagi di bidangnya serta mempunyai integritas dan moral yang tinggi
seperti apa yang dicontohkan Nabi Yusuf ‘Alaihissalam. Dukungan sistem anggaran
dan penyediaan stok di wilayah-wilayah yang rawan, distribusi secara
berkeadilan dan upaya hukum apabila terjadi kecurangan atau penimbunan bahan
makanan pangan.
Kesimpulannya krisis tidak selamanya menjadi ancaman dan bencana
serta suatu kekhawatiran yang berlebihan namun bisa menjadi sebuah peluang
dalam meningkatkan produktifitas pangan dan memacu masyarakat meningkatkan
semangat dan solidaritas sesamanya. Hal ini akan terwujud dengan adanya
kepemimpinan yang amanah serta berpengetahuan dengan mengedepankan sifat
Keadilan sehingga akan terwujud tatanan masyarakat yang memiliki Kesejahteraan
yang mampu membawa negara keluar dari ancaman krisis pangan yang selama ini
menghantui kita.
Selamat Mencoba
Samsam Nurhidayat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar